Hari ini, akhirnya baru sanggup lagi untuk menulis pasca tujuh hari kecelakaan motor yang melukai kaki kanan ku. Makanya, kisah selama lebih kurang tujuh hari tersebut pun dirangkum dalam tulisan ini.
Kita mulai dari kondisi hati, yha, inilah permasalahan utamanya menurut saya. Lebih kurang selama tujuh hari ini kondisi hati saya sedang galau, benar-benar galau. Sebenarnya saya juga masih belum terlalu jelas dengan konsep galau, apakah itu hanya menyangkut pikiran atau juga hati?, kalau hati juga apakah hanya pada saat hati memikirkan kekasihnya atau hal-hal lain juga bisa?, lalu apakah rindu itu juga termasukgalau?. Karena saya bingung, saya sebut saja keadaan yang saya alami saat ini galau, karena saya lihat galau merupakan kata yang sedang lagi nge-trend nih dikalangan facebooker,..hehe.
Awalnya, keadaan ini saya rasa biasa saja. Jatuh dari motor dan kemudian mendapat luka di kaki sebelah kanan, dan itu pun kata dokter awalnya hanya luka gores dan bengkak saja. Tetapi kondisi saya selama ini sangat fluktuatif, hari ini terasa semakin membaik, kemudian besoknya semakin parah dengan banyaknya bermunculan rasa sakit yang baru disekitar luka tersebut. Lalu kemudian kembali membaik karena sudah bisa berjalan, lalu kemudian kembali hanya bisa terdiam di atas kasur. Hal ini lah yang benar-benar membuat hati saya menjadi galau.
“Ini hanya cobaan dari Allah, toh juga cuma dapat luka seperti ini, bagaimana dengan mereka yang kondisinya lebih parah?”Pikirku mulanya dalam hati sembari memberi semangat tuk diri sendiri. Alhamdulillah shalatku selama sakit juga msih terjaga meski dilakukan dalam keadaan duduk dan dalam tiga hari pertama aku masih sanggup untuk berwudhu walau kemudian hanya bisa bertayammum karena tak sanggup lagi berjalan ke kamar mandi. Melakukan shalat seperti ini awalnya masih membuatku canggung sehingga aku shalat dikala teman sekamar sedang keluar atau sengaja aku suruh keluar dahulu (sedikit kejam,, eheh).
Namun, seiring waktu hati ini kembali di uji dengan pikiran-pikiran lemah. Gara-gara ini aku tidak bisa kuliah apalagi tuntutan tugas yang cukup banyak, kegiatan organisasi juga banyak yang terbengkalai, kondisi badan yang gerah karena tidak bisa mandi, hingga kepada ketidakmampuan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan dan akhirnya hanya bisa menyusahkan teman-teman yang lain. Lalu kemudian hati kecilku mengingatkan ini cobaan dan kemudian lidah ini beristighfar. Akan tetapi, terkadang timbul kembali sedikit penyesalan atas musibah ini yang semakin melemahkan kondisi ditambah kerinduan suasana rumah, ibu, adik, dan abang dan teringat kalau saja sakitnya disana pasti aku merasa jauh lebih bahagia sekalipun mendapatkan seribu omelan karena dikatakan tidak hati-hati, itu bahkan terasa sangat membahagiakan.
Lalu, ditengah salah satu shalat yang ku lakukan, entah kenapa aku pun menangis sempat terbesit pikiran tersebut dan betapa lemahnya diriku ini. Lalu kemudian aku diarahkan mengingat Allah sehingga air mataku bertambah deras karena terpikir betapa bodohnya aku sebagai seorang hamba yang bisa menangis karena penyakitnya. Bukankah jika aku ikhlas, penyakit ini bisa menjadi penggugur dosa, bukankan ini sebagai salah satu ajang pembuktian iman ku? Bukankah ini hanya kondisi yang sangat biasa yang aku akan sangat terlihat bodoh dan menyesal karena telah menyia-nyiakan air mata dan pikiran kepada sesuatu yang tidak semestinya?. Lalu, selesai salam, segera ku hapus cepat-cepat air mata yang masih membasahi wajahku, malu rasanya jika teman-temanku melihatnya.
Selesai shalat, aku baringkan tubuhku dan kubaca dalam hati ayat-ayat hapalanku. Lalu, ditengah kondisi yang tenang (baik hati maupun keributan) tiba-tiba hp ku berbunyi dan sekali lagi aku terkejut, “ummi calling”. Segera ku kuatkan hatiku, kuperbaiki kondisi suaraku yang masih terpengaruhi tangisanku tadi, dan kemudian baru ku angkat teleponnya. Setelah berbalas salam, ibu langsung menanyakan apakah aku sedang sakit. Aku terdiam sesaat lalu kemudian menyatakan tidak, sehat kok, ini buktinya bisa nelpon. Alasan yang bodoh, pikirku, tapi itu otomatis terucap. Lalu, Ibu menyatakan kalau aku sedang sakit karena adikku melihat komentar teman kuliahku di status facebook ku. Dan “Bregggg”, tak bisa berkata-kata lagi. Lalu, karena tak bisa menyembunyikannya lagi ditambah rasa ingin meluapkan perasaan sakit ini akhirnya aku jujur kepada ibu walaupun tidak semuanya aku beritahukan. Alhasil, Ibuku malah menangis dan mengatakan kalau ada kejadian apa-apa seharusnya langsung diberitahu. Dalam hati aku berpikir, mana mungkin aku memberitahumu akan hal ini, aku tahu ini akan menambah beban pikiran mu. Kemudian percakapan panjang lebar yang diiringi suara isak tangis ibu pun terjadi.
Selesai, aku tutup telponnya dengan ucapan terakhir salam dari ibu yang masih juga diiringi isak tangis. Namun, meski risau memikirkan si Ibu, tetapi hati ini menjadi sedikit lebih tenang. The Power of Ummi, pikirku. Kemudian saya makan malam, lalu kemudian minum obat. Tak berapa lama, karena mendesak buang air kecil dan ternyata orang di rumah sedang keluar, saya pun menguatkan diri untuk pergi ke kamar mandi. Alhamdulillah, saya bisa berjalan dengan terbata-bata meski dengan posisi berjalan yang aneh. Dalam hati mungkin memang tidak terlalu senang karena mungkin ini akan seperti kemarin alias fluktuatif. Namun, sedikit rasa senang dirasa memang perlu, minimal untuk pemberi semangat kesembuhan.
Harapan sambungan dari tulisan ini tentunya adalah kesembuhan. Sudah tidak sabar rasanya membuat tips cepat sembuh dan menuliskan kisah nya,, hehehe….