Archive for the ‘Tugas Kuliah’ Category

Administrasi Internasional

Secara sederhana, Administrasi internasional bisa dikatakan sebagai administrasi yang ruang llingkupnya internasional. Administrasi yang diartikan sebagai rangkaian kegiatan kerjasama dalam upaya pemanfaatan segala sumber daya demi mencapai tujuan, hanya tinggal mendefenisikan bahwa kerjasama yang terjadi adalah kerjasama internasional. Lebih lanjut, Administrasi internasional adalah administrasi secara internasional melintasi batas-batas Negara, melibatkan antara Negara dengan Negara,antara Negara dengan organsasi internasional atau antara organisasi internasional satu sama lainnya. Intinya, kegiatan dalam administrasi internasional meliputi dua hal,yaitu : a. Kegiatan Negara yang pada umumnya diatur bedasarkan hukum public b. Kegiatan individu dan kelompok yang pada umumnya diatur berdasarkan hukum perdata.

Organisasi internasional

Jika administrasi internasional adalah serangkaian proses kegiatan kerjasama intrenasional, maka organisasi internasional adalah wadahnya. Organisasi internasional secara lebih terperinci didefenisikan sebagai adanya pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda. Tidak semua kerjasama internasional selalu diwujudkan dalam bentuk organisasi internasional, bisa juga dengan melalui perjanjian dan sekepatan internasional. Sehingga dengan demikian perlu diketahui apa-apa saja unsure yang harus terdapat dalam suatu kerjasama internasionla tersebut agar dapat dikatakan organisasi internasional.

Adapun unsure-unsur tersebut meliputi: 1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas Negara 2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama 3. Hubungannya bisa saja anatar pemerintah maupun non-pemerintah 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap 5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan Adapun menurut couloumbis dan wolfe untuk pendefenisian Organisasi internasional dapat dikaji melalui tiga pendekatan : 1. Dari segi tujuan organisasi, bersifat internasional yaitu bahwa kegiatannya melintasi batas-batas Negara nasional 2. Dari tinjauan terhadap model-model dan kelembagaan organisasi internasional yang dewasa ini. 3. Sebagai proses yang mendekati taraf pengaturan oleh suatu bentuk pemerintahan, dalam hubungan yang mencangkup baik antara Negara dengan Negara maupun natara actor-aktor bukan Negara.

Dari berbagai uraian, disertai melihat apa yang terjadi dewasa ini serta melihat kedepannya, dapat ditarik suatu uraian mengenai tantangan yang akan dihadapi kedepannya oleh negara-nagara di dunia, khususnya negara berkembang dalam menjalankan pembangunan. Adapun tantangan tersebut meliputi (sondang p siagian;2007);

Globalisasi ekonomi

Globalisasi saat ini sedang gencar-gencarnya dicetuskan oleh dunia, terutama oleh negara-negara maju dan negara yang merasa mampu mengambil tempat dan kesempatan. Dalam globalisasi, batas dari setiap negara sudah tidak jelas mengingat adanya kebebasan dari setiap negara maupun warganya untuk melakukan berbagai hal yang menyangkut ekonomi seperti adanya investasi dari pihak asing. Dengan kata lain, globalisasi mensyaratkan bentuk persaingan yang kompetitif. Ini merupakan tantangan yang harus diwaspadai maupun dimanfaatkan oleh negara berkembang. Secara kemampuan dan kehebatan, harus diakui bahwa negara maju tentu memiliki kemampuan untuk menguasai pasar dengan memasukkan berbagai produk-produknya terhadap negara berkembang. Oleh karena itu, dalam hal ini negara berkembang harus segera mampu untuk membuat kebijakan agar memiliki ruang gerak demi tidak terjajahnya produk asli butan dalam negeri di negeri itu sendiri. Jiak terjadi, maka dampak kedepannya adalah ekonomi yang tidak tumbuh yang mengakibatkan semakin banyaknya kemiskinian.

Masalah pengangguran

Masalah pengangguran memang merupakan masalah yang cukup rumit yang pemecahannya juga masih belum bisa dipastikan. Banyak anggapan bahwa untuk menanggulangi tingkat penggangguran, maka harus diciptakan lapangan pekerjaan yang banyak. Hal ini tentunya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan mengingat tidak hanya factor ekonomi dalam membangun lapangan pekerjaan saja yang menjadi kendala, tetapi kemampuan dari masyarakat itu sendiri yang juga harus ditingkatkan mengingat ketika lapangan pekerjaan sudah ada, maka karyawan yang dicar tentunya adalah yang handal dan memiliki kemampuan.

Masalah pengangguran terbagi tiga, yakni: 1. Perihal pengangguran terbuka, yakni tidak bekerjanya tenaga kerja yang seharusnya bekerja. 2. Perihal pengangguran terselubung, yakni terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan. Hal ini dikarenakan seseorang tersebut sebenarnya sudah memiliki pekerjaan, akan tetapi ternyata produktivitasnya rendah sehingga ketika perusahaan ternyata sudah semakin besar atau pun jiak dalam mengalami masalah maka akan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan tersebut. 3. Perihal pengangguran musiman, yakni dalam periode tertentu memiliki pekerjaan, namun di periode berikutnya sudah tidak lagi bekerja. Hal ini biasanya tejadi pada masyarakat tertentu seperti agraris yang hanya sibuk ketika musim tanam saja. Setelah itu, mereka tidak lagi memiliki pekerjaan dan menjadi pengangguran.

Tanggung jawab sosial sebagai sebagai tantangan

Semakin besar pembangunan yang dilakukan, maka harus diakui bahwa semakin besar pula tanggung jawab yang diemban, termasuk tanggung jawab social. Tanggung jawab social diwujudkan dengan kepedulian social, meliputi; 1. Penggunaan tenaga kerja setempat dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan organisasi sepanjang tenaga kerja local local tersebut memenuhi berbagai persyaratan administrative dan perundang-undangan, termasuk dalam arti jumlah dan mutunya. 2. Pemanfaatan masyarakat sekitar organisasi sebagai pemasok bahan yang diperlukan. 3. Keterlibatan dalam aktivitas social yang berlangsung di masyarakat sekitar. 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum dan social yang dapat diakses oleh masyarakat sekitar dan tidak hanya diperuntukkan bagi para karyawan organisasi dan para anggota keluarganya. 5. Berperan aktif dalam membangun masyarakat sekitar sehingga menjadi masyarakat yang mandiri dengan kemampuan yang lebih tinggi.

Pelestarian lingkungan hidup

Tantangan lainnya dalam pembangunan adalah mengenai pelstarian lingkungan hidup. Hal yang memang terlihat cukup sulit dalam tantangan ini adalah pembangunan selalu diidentikkan dengan kemajuan dan penggunaan teknologi tinggi sementara itu, efek dari teknologi biasanya tidak jauh dari sesatu yang bersifat merusak lingkungan. Satu hal yang harus kita sadari dalam hidup ini adalah bahwa menjaga lingkungan merupakan hutang yang harus kita bayar terhadap generasi berikutnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan, aspek lingkungan hidup menjadi hal mutlak yang harus mendapat perhatian lebih. Peningkatan mutu hidup Peningkatan mutu hidup lebih beroientasi pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai insan politik, insan ekonomi, makhluk social, dan sebagai individu yang mempunyai jati diri yang khas. Penerapan norma-norma moral dan etika Manusia sebagai makhluk yang dilengkapi dengan daya pikir, akal, dan nalar harus memperhatikan aspek moral dan etika dalam kehidupan. Pembangunan merupakan sesuatu yang akan membawa dampak perubahan, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dapat menyebabkan pergeseran nilai moral dan etika. Manusia terkadang melakukan cara apa saja, termasuk cara-cara yang tidak halal dalam mewujudkan keinginannya. Ini menjadi sesuatu yang perlu dihindari agar tercipta suatu entuk pembangunan yang bersih dan sesuai tujuan pembangunan itu sendiri. Hal ini dikarenakan, sesuatu yang dimulai dengan ketidakbaikan akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang tidak diinginkan meskipun dalam beberapa hal tujuan tercapai.

Keanekaragaman tenaga kerja

Manusia di muka bumi ini memang hany memiliki satu spesies, yakni manusia itu senidiri. Namun, hal yang menjadi perhatian adalah bahwa manusia ternyata memiliki keanekaragaman, baik menyangkut; jenis kelamin, agama, suku, ras, dan lain-lain. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan dimana diharapkan tidak terjadinya suatu diskriminasi yang membuat pihak-pihak tertentu tidak dapat bekerja di perusahaan tertentu.

Konfigurasi demografi

Konfigurasi demografi menyangkut akan tiga hal, yakni; a. Penduduk yang belum waktunya memasuki lapangan pekerjaan (anak-anak yang masih dalam batasan umur belum boleh bekerja) b. Penduduk yang tergolong pada angkatan kerja, dan c. Penduduk yang tergolong purnakarya

Tantangan nya adalah, bagaimana untuk ke depannya organisasi harus mampu melihat akan hal ini di mana penduduk yang tergolong pada angkatan kerja/produktif harus menopang kehidupan penduduk yang masih belum waktunya memasuki lapangan pekerjaan sdan penduduk yang sudah tidak produktif lagi (lanjut usia). Salah satu solusinya adalah meningkatkan system kompensasi kepada penduduk angkatan kerja tersebut.

Penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang wajib mengingat era pembangunan sudah memasuki era globalisasi yang sarat akan persaingan. Dalam persaingan, maka yang terbaiklah tentunya yang akan menang. menciptakan sesuatu yang terbaik dan lebih baik lagi tentunya adalah dengang teknologi yang semakin mutakhir. Mengembangkan suatu teknologi tentunya harus memiliki ilmu pengetahuan pula.

Bidang politik sebagai tantangan

Dalam menjalankan suatu pembangunan, biasanya kental akan campur tangan politik dalam menentukan rioritas dan kebijakan. Bidang politik tentunya tidak saja hanya menyangkut partai politik, tetapi bagai mana menjalankan Negara ini kedepannya juga termasuk kajian politik. Hal ini tentunya dapat dicontohkan seperti pengaturan angkatan bersenjata dalam menjaga stabilitas ekonomi dan bahkan di beberapa Negara dimanfaatkan untuk membantu keamanan pembangunan suatu Negara.

P. Siagian, Sondang. 2007. Administrasi Pembangunan : Konsep, Teori, dan Strateginya. Jakarta : Bumi Aksara.

Pengukuran pembangunan

Posted: Februari 10, 2012 in Pembangunan, Tugas Kuliah

Mengukur pembangunan di suatu negara, dapat digunakan indicator berikut ini;
A. Kekayaan rata-rata
Pembangunan pada awalnya dipandang dalam arti pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat di nilai berhasil melaksanankan pembangunan , jika pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktifitas mayarakat atau produktifitas negara tersebut setiap tahunnya lewat penghitungan pendapatan rata-rata.
B. Pemerataan
Segera menjadi jelas bahwa kekayaan keseluruhan yang dimiliki, atau yang di produksikan oleh sebuah bangsa, tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya. Bisa terjadi, sebagian kecil orang di dalam negara tersebut memiliki kekayaan yang berlimpah, sedangkan sebagian besar masyrarakat hidup dalam kemiskinan. Hal ini bisa menimbulkan ironi. Orang-orang kaya ini ibarat sebuah pulau kecilyang di kelilingi oleh samudera orang miskin yang sangat luas. Kemiskinan yang ada di masyarakat tertutup oleh adanya kekayaan yang luar biasa tersebut.
Oleh karena itu, timbul keinginan untuk memasukan aspek pemerataan dalam ukuran pembangunan, bukan lagi hanya pnb/ kapita saja. Pemerataan ini secara sederhana diukur dengan melihat berapa prosen dari pnb di raih oleh 40% penduduk termiskin, berapa prosen oleh 40% penduduk golongan menengah, dan berapa prosen oleh 20% penduduk terkaya. Kalau terjadi ketimpangan yang luar biasa, misalnya 20 prosen penduduk terkaya meraih lebih dari 50% pnb, sedangkan sisianya dibagi diantara 80% penduduknya, ketimpangan antara orang-orang kaya dan miskin di anggap besar.
Bila pembangunan sebuah bangsa di ukur dengan pnb/ kapita dan tingkat ketimpangan pembagian pendapatannya,kita akan mendapatkan gambaran yang lebih majemuk. Tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa tersebut yang dilihat, tetapi juga pemerataaan kekayaannya. Tidak semua negara yang berhasil meningkatkan pnb/perkapitanya, berhasil juga dalam memeratakan hasil-hasil pembangunannya. Demikian juga negara yang masih rendah pnb/ kapitanya menunjukan ketimpangan yang tinggi dalam hal penerataan. Dengan demikian dapat dikatakan, bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah mereka yang disamping tinggi produktifitasnya, penduduknya juga makmur dan sejahtera secara relative merata.
C. Kualitas kehidupan
Salah satu cara lain untuk mengukur kesejahteraan masyarakat sebuah negara adalah dengan menggunakan tolak ukur pqli (physical quality of life index). Tolak ukur pqli ini di perkenalkan oleh moris yang mengukur tiga indicator, yakni .
1. Rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun
2. Rata-rata jumlah kematian bayi, dan
3. Rata-rata prosentasi buta dan melek huruf
Bagi yang pertama, angka 100 diberikan bila rata-rata harapan hidup mencapai 77 tahun; sedangkan angka 1 diberikan bila rata-rata harapan hidup hanya mencapai 28 tahun. Yang kedua, angka 100 diberikan bila rata-rata angkan kematian adalah9 untuk setiap 1000 bayi; angka 1 bila rata-rata angka kematian adalah 229. Untuk indicator ketiga, angka 100 diberikan bila rata-rata prosentasi melek aksara mencapai 100% angka 0 diberikan bila tak ada yang melek aksara dinegara tersebut. Angka rata-rata dari ketiga indicator ini, yalninharapan hidup kematian bayi dan melek aksara,menjadi angka pqli yang besarnya antara 0-100. Atas daras ini dapat di susun dibuah daftar urut dari negara-negara sesuai dengan prestasi pqli-nya.
D. Kerusakan lingkungan
Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadisemakin miskin. Hal ini, misalnya karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungannya. Lingkungannya semakin rusak. Sumber-sumber alamnya semakin terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilisasi lebih lambat dari pada kecepatan perusakan sumber alam tersebut. Mungkin juga pabrik-pabrik yang didirikan menghasilkan limbah kimia yang merusak alam disekitarnya, sehingga mengganggu kesehatan pendudukmaupun segala mahluk hidup di sekitarnya. Padahal sumber-sumber alam dan manusia itu adalah factor utama yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi tersebut.
Oleh karena itu, seringkali terjadi bahwa pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestarian yang memadai. Akibatnya, pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan, atau tidak sustainable. Karena itu, dalam kriteria keberhasilan pembangunan yang paling baru, di masukan juga factor kerusakan lingkungan sebagai factor yang menentukan. Apa gunanya sebuah pembangunan yang pada saat ini memang tinggi produktifitasnya, merata pembagian kekayaanya, tetapi dalam jangka sepuluh tahun atau dua puluh tahun mendatang akan kempes karena kehilangan sumber daya yang menjadi impuls utama pertumbuhan tersebut.

E. Keadaan sosial dan kesinambungan
Demikianlah, tolak ukur pembangunan yang berhasil, yang semula hanya memberi tekanan pada tingkat produktifitas ekonomi sebuah negara, kini menjadi semakin kompleks. Dua factor baru yang ditambahkan pada pembahasan diatas, yakni factor keadilan social dan factor lingkungan, berfungsi untuk melestarikan pembangunan ini, supaya bisa berlangsung terus secara berkesinambungan.
Sebenarnya, factor keadilan social dan factor lingkungan saling berkaitan erat. Yang pertama, keadilan social, bukalah factor yang dimasukan atas dasar pertimbangan moral, yaitu demi keadilan saja. Tetapi factor ini berkaitan dengan kelestarian pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan yang terlalu mencolok antara orang-orang kaya dan miskin, masyarakat yang bersangkutan menjadi rawan secara politis. Orang-orang miskin itu cenderung untuk menolak status quo yang ada. Mereka ingin memperbaiki diri, dengan mengubah keadaan. Oleh karena itu, bila konfigurasi kekuatan-kekuatan social memungkinkan (misalnya terjadi pertentangan yang tajam antara yang kaya dan miskin, terjadi perpecahan di kalangan militer dan sebagaian dari mereka mendukung kelompok yang mau mengubah keadaan, kelompok orang-orang miskin ini terorganisir secara relative baik, dan sebaginya ), akan terjadi gejolak politikyang bisa menghancurkan hasil pembangunan yang sudah dicapai.

Istilah Good Governance belakangan ini memang kian senter terdengar dan menjadi perbincangan hangat dikalangan para akademisi maupun praktisi dalam upaya pelayanan negara. Good governance sendiri menurut Worl Bank adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for develovement of society”. Definisi lain mengenai good governance sendiri diberikan oleh United Nation Development Program (UNDP) sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Mengacu pada defenisi diatas, maka kesimpulan sederhana yang didapat adalah bahwa orientasi dari pembangunan sector publik adalah untuk menciptakan good governance yang dapat diwujudkan dengan pelayanan publik. Pendapat lain mengenai good governance diartikan sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik beserta seluruh upaya pembangunan polutuk, ekonomi, social, dan budaya dalam system pemerintahan (Lijan Poltak Sinambela, 2006).
Birokrat sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan publik tentu memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan good governance dalam pelayanan publik. Bentuk Pelayanan publik akan terlihat membawa Negara kepada good governance jika karakteristik pelayanan publik tersebut telah sesuai dengan karakteristik Good governance itu sendiri. Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni;
1. Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan.
Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih kepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan.
Adapun criteria yang perlu dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini (Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyangkut;
1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan
2. penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan seluruh aspirasi yang berkembang
3. penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas collective agreement
4. mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai bagian dari proses demokrasi
2. Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi hukum mengandung arti;
1) Suatu tindakan hukunm hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural justice)
2) Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3. Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.
4. Responsif
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5. Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6. Keadilan
Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.
7. Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.
Menurut Turner dan Hulme (Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus diterapkan dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertical dalam artaian antara bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horizontal yang berarti terhadap masyarakat.
Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam organisasi sector publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni;
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality)
2. Akuntabilitas Proses (process accountability)
3. Akuntabilitas Program (program accountability)
4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)

9. Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.

Sumber Bacaan

Sebagian dikutip dalam buku Yeremias T. Keban. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Yogyakarta : Gava Media

Konsep pelayanan publik

Posted: Februari 10, 2012 in Manajemen Publik, Tugas Kuliah

Dalam menjelaskan pengertian pelayanan publik dapat dilakukan dengan pemaknaaan kata demi kata ataupun pemaknaan secara keseluruhan. Pelayanan publik terdiri atas dua kata yakni pelayanan dan publik. Menurut Kotler (sampara lukman, 2000) pelayanan merupakan setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Dalam hal ini Kotler menekankan bahwa hasil dari suatu pelayanan itu sendiri adalah kepuasan dan pelayanan sendiri harus dianggap sebagai kegiatan yang menguntungkan.

Menjadi pelayan tidaklah mencirikan suatu derajat pekerjaan yang rendah akan tetapi pelayanan adalah kebutuhan semua orang sehingga ketika seseorang melayani orang lain dengan baik, maka dia tentunya telah memenuhi kebutuhan orang lain dan itu adalah kegiatan yang membanggakan. Sementara itu, sampara sendiri menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Menurut soetopo (1999) pelayanan sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Ivancevich, lorenzi, skinner, dan crosby (1997:448) secara sederhana memberikan pengertian pelayanan sebagai “produk-produk yang tidak kasat mata yang (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia yang menggunakan peralatan”. Dalam artian bahwa pelayanan itu tidak memiliki bentuk fisik, akan tetapi dapat dirasakan lewat perlakuan seseorang terhadap orang lain yang tentunya lewat bantuan peralatan.

Sementara itu, kotler (dalam Paimin Napitupulu) mengungkapkan berbagai karakteristik dalam pelayanan, yakni;

1. Intangibility (tidak berwujud), tidak dapat dilihat, diraba,dicium, dirasa, atau didengar sebelum terlaksananya transaksi. Penerima pelayanan tidak akan bisa mengetahui bagaimana pelayanan itu sebelum menjalaninya sendiri.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), dalam hal ini pelayananterbentuk dari dua komponen yakni pemberi pelayanan dan si penerima pelayanan itu sendiri. Oleh karena itu, hasil pelayanan sebenrnya tercipta dari si pemberi terhadap si penerima itu sendiri dan bukan hanya bergantung pada si pemberi saja.

3. Variability (berubah-ubah dan bervariasi), jasa pelayanan yang diberikan tentulah tidak selalu sama tergantung siapa yang dilayanai, kapan, dan dimana tempatnya.

4. Perishability (cepat hilang, tidak tahan lama), karakteristik pelayanan digambarkan sebagai sesuatu yang hanya dapat dirasakan dalam jangka waktu tertentu saja dan tidaklah bertahan lama.

Daya tahannya bergantung pada situasi yang diciptakan oleh berbagai factor. Adapun kata publik sendiri secara istilah berasal dari bahasa inggris yakni “public”, yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa indonesia yang sering dimaknai sebagai sesuatu yang umum, rakyat/orang banyak, dan ramai. Sehingga dalam pengertiannya, pelayanan ditujukan kepada khalayak ramaiatau untuk umum. Sementara itu, pemaknaan secara keseluruhan mengenai pelayanan publik terdapat dalam keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor 63 tahun 2003 menyatakan bahwa pelayanan publik adalah :

“segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik negara (bumn) dan badan usaha milik daerah (bumd) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan kebutuhan masyaraka maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” (kemenpan no 63 tahun 2003)

Dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, dinyatakan bahwa ; “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undagan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. (uu no 25 tahun 2009)

Dari penjelasan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh pihak pemerintah yang terbagi ke dalam pelayanan di pusat, daerah, bumn, dan bumd yang bertujuan dalam pemenuhan kebutuhan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik seharusnya identik dengan “penyenangan publik”, bukan membuat “kerumitan publik” dengan bentuk pelayanan yang terlalu berbelit dan diskriminatif.

a.    Pengertian E-Government

E-Government memiliki banyak defenisi dimana hampir setiap lembaga penting atau bahkan pemerintahan Negara memiliki defenisi tentang E-Government. Namun, defenisi tersbut biasanya tidaklah jauh berbeda yang intinya adalah penggunaan Teknologi dan Informasi dalam Aktivitas Pemerintah. Berikut ini disajikan defenisi E-Government.

UNDP            : E-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT- Information and Communicat-ion Technology) oleh pihak pemerintahan.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia  Nomor  3  Tahun  2003  Tentang  Kebijakan Dan Strategi Nasional  dinyatakan bahwa Pengembangan E-Government Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif  dan efisien

Clay G. Wescott (Pejabat Senior Asian Development Bank): E-government adalah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk mempromosikan pemerintahan yang lebih effisien dan penekanan biaya yang efektif, kemudahan fasilitas layanan pemerintah serta memberikan akses informasi terhadap masyarakat umum, dan membuat pemerintahan lebih bertanggung jawab kepada masyarakat

b.    Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penggunaan E-Government secara menyeluruh mencakup pada:

1.      Government to Citizens (Pemerintah ke Masyarakat)

Pemerintah membangun dan menerapkan berbagai aplikasi teknologi informasi untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat. Contoh : E-KTP

2.      Government to Business (Pemerintah ke Pelaku Usaha)

Contohnya pada proses perizinan pendirian usaha dan investasi, pengadaan lelang oleh pemerintah, dan kegiatan lain yang membutuhkan informasi secara online bagi pelaku usaha.

3.      Government to Government (Pemerintah ke Pemerintah)

Memperlancar kerjasama antar negara dengan dimudahkannya komunikasi, seperti kepentingan diplomasi, atau berbagai informasi yang dianggap penting oleh negara yang satu dan lainnya.

4.      Government to Employees (Pemerintah ke Aparatnya)

keadaan internal juga menjadi tempat diterapkannya E-Gov dalam upaya kemudahan informasi atau akses berbagai tugas/hasil kerja dan lainnya. Contohnya bisa diumpamakan seperti system KRS online yang diberlakukan di Universitas dimana Rektorat menjadi Pemerintah dan Dosen serta mahasiswa/i menjadi aparat yang berada dalam suatu organisasi.

 

Sebagian sumber dikutip pada:

http://www.rifaizaonline.co.cc/index.php/teknologi/business-tech/409-definis-egov.html diakses pada hari minggu, 29 Januari 2012 pukul 23:02 WIB.

Kuliah Online Universitas Komputer Indonesia, Bab Vmanfaat Dan Ruang Lingkup E-Government, dalam http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/&detail=964&file=/BAB-V-MANFAAT-RUANG-LINGKUP-EGOV.html. diakses pada hari minggu, 29 januari 2012 pukl 22:48 WIB.

Instruksi Presiden Republik Indonesia  Nomor  3  Tahun  2003  Tentang  Kebijakan Dan Strategi Nasional  Pengembangan E-Government, diakses dalam www.deptan.go.id/bdd/admin/i_presiden/Inpres-03-03.pdf. Mminggu, 29 Januari 2012 pukl 22:54 WIB.

 

 

 

Pengantar

Pengimplementasian suatu kebijakan merupakan puncak dari suatu peraturan ataupun kebijakan tersebut dibuat. Tahap pengimplementasian secara umum merupakan bagaimana suatu kebijakan yang dikeluarkan yang menjadi suatu jawaban dari masalah yang dialami masyarakat diterapkan agar maksimal dan dapat menjawab permasalahan tersebut. Namun, tahap pengimplementasian bukanlah merupakan bagian yang mudah. Pembuat kebijakan perlu melihat dan menyusun strategi yang baik agar kebijakan yang dibuat benar-benar bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang jelas dan pemikiran yang meluas agar suatu kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik.

Hal ini tentunya bukan atas dasar pendapat saja, melainkan bagaimana kita melihat banyak diantara kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah yang ternyata bisa dikatakan gagal dalam pengimplementasian sehingga kebijakan yang dikeluarkan tersebut kedepannya hanyalah seperti hiasan saja bagi selama masa kepemimpinannya dengan catatan telah pernah dibuat suatu Peraturan. Hal ini bisa disebabkan berbagai hal yang ternyata tidak diperhitungkan pada saat pengimplementasiaannya seperti ketidakcocokan budaya masyarakat setempat, kebelumsiapan masyarakat, dan hal-hal lainnya. Kejadian lainnya adalah bahwa sebenarnya pembuat keputusan sudah melihat masalah tersebut, hanya saja masih belum tepat bagaimana cara mengatasinya.

Kajian Teoritis

Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) . Dalam Teori ini dinyatakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni;

1. Karakteristik dari Masalah (tractability of the problems)

2. Karakteristik Kebijakan/ undang-undang (ability of statute to structure implementation)

3. Variabel Lingkungan (non statutory variables affecting implementation)

Karakteristik Masalah, terdiri atas;

1. Tingkat Kesulitan Teknis dari masalah yang ada

Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan social yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah social yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Sebagai contoh masalah social yang termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras disuatu daerah, kekurangan guru dalam suatu sekolah, dan lain-lain. Untuk contoh masalah social yang termasuk kategori social yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis.

2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogeny ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya.

3. Prosentase kelompok sasaran terhadap total populasi

Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri. 4. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda larangan merokok ditempat umum, pemakaian kondom dan Keluarga Berencana, dan lain-lain.

Karakteristik Kebijakan, yang terdiri atas;

1. Kejelasan Isi Kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.

2. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis

Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah social yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.

3. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut

Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumberdaya lainnya yang kesemua itu memerlukan modal.

4. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar bebagai institusi pelaksana

Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertical maupun horizontal.

5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkab kegagalan pengimplementasian.

6. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan

Salah satu factor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut.

7. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan

Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.

Lingkungan Kebijakan, terdiri atas;

1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi

Kondisi social ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi socialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaharuan daripada masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah.

2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan

Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat dis-insentif seperti kenaikan BBM.

3. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)

Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti; 1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubmah kebijakan.2) kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislative.

4. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor

Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

 

Sumber : Sebagian dikutip dari buku A.G Subarsono, Analisis Kebijakan Publik. Tahun 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anak Berkelainan & Klasifikasinya

Posted: Januari 27, 2012 in Umum

Anak Berkelainan
Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai suatau kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya yang peyimpangannya tersebut memiliki nilai leboh atau kurang. Menurut para ahli (Kirk, 1970 ; Heward dan Orlansky, 1988 ) anak berkelainan di artikan sebagai anak yang memilki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik prilaku sosialnya, atau menurat ahli lainnya ( Hallahan dan Kauffman 1991 ) anak berkelainan di defenisikan sebagai anak yang berbeda dari rata-rata umumnya,dikarenakan ada permasalahan dalam kemampuan berfikir, penglihatan, pendengaran, sosialisasi, dan bergerak.

Klasifikasi Anak Berkelainan
Menurut klasifikasi jenis kelainan maka dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelainan, yaitu :

a. Kelainan Fisik
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akhibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Yang termasuk dalam kelainan ini adalah tunanetra ( kelainan pada indra penglihatan ), tunarungu (kelainan pada pendengaran), dan tunawicara (kelainan pada fungsi organ bicara ).

b. Kelainan Mental
Anak berkelainan mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis dan logis dalam menanggapi dunia sekitarnya.kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih ( supernormal ) dan kelainan mental dalam arti kurang ( subnormal ). Namun dalam hal ini yang biasa atau perlu mendapatkan pendidikan ektra lebih adalah anak subnormal atau yang sering juga disebut tunagrahita.

c. Kelainan prilaku sosial
Kelainan prilaku atau sering disebut tunalaras adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tatatertib, norma sosial, dan lain-lain.

 

Sumber : Mohammad Efendi. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Tahun 2006, jakarta: Bumi Aksara.

Keberadaan birokrasi memegang peranan penting dalam proses penyelenggraan negara dalam upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat. Jika birokrasi berjalan dengan baik, maka akan semakin baik pula penyelenggaraan suatu negara dan sebaliknya, ketika birokrasi dianggap buruk, maka akan sangat mempengaruhi penyelenggaraan negara karena menyangkut masyarakat luas. Birokrasi merupakan hasil penterjemahan terhadap keputusan politik yang berupa kebijakan pemerintah, dan birokrasi hadir sebagai bentuk pengelolaan atas kebijakan tersebut secara operasional untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi. Disadari atau tidak, birokrasi merupakan factor penentu kesuksesan program atau agenda pemerintah.
Namun, ketika mendengar birokrasi, maka yang terbesit disebagian besar pikiran masyarakat adalah suatu proses panjang yang berbelit-belit dengan hasil yang juga kurang memuaskan. Birokrasi yang keberadaannya diharapkan akan mempermudah masyarakat namun telah menjadi suatu momok yang menakutkan bagi masyarakat yang menjadi objek ataupun sasaran dari keberadaan birokrasi itu sendiri. Anggapan masyarakat saat ini adalah bagaimana agar dalam kehidupannya bisa jauh dari birokrasi Indonesia, “kalau mau berurusan dengan birokrasi tanah air, maka sediakanlah waktu yang banyak dan bersiaplah untuk capek, dan sediakan uang yang cukup”.
Keadaan ini cukup ironis mengingat dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih membutuhkan bimbingan dan arahan dari pemerintah, justru dibuat “jera” terlebih dahulu. Masyarakat tentu memiliki berbagai kepentingan yang ketika ingin melaksanakan kepentingan tersebut harus terlebih dahulu menghadap birokrasi. Namun, masalah yang “ruwet” dan “ribet” mendorong sebagian besar masyarakat untuk menunda ataupun mengurungkan niatnya. Keadaan ini tentunya akan bisa berdampak membuat masyarakat semakin pasif dan bahkan akhirnya bisa berdampak apatis.
Keadaan birokrasi yang seperti ini harus diakui dipengaruhi oleh Sumber Daya manusia yang terlibat dalam birokrasi itu sendiri seperti birokrat ataupun aparatur negara lainnya yang juga tak lepas dari etika mereka terhadap profesi mereka sendiri. Saling tarik ulur kepentingan politik dengan mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompok merupakan salah satu yang menyebabkan keadaan birokrasi yang tidak efisien dimana berbagai kebijakan yang dibuat pihak-pihak elit hanya berpihak kepada sebagian golongan saja bukan kepada masyarakat itu sendiri. Keadaan ini masih diperparah dengan moralitas dari para pegawai yang terlibat dalam birokrasi itu sendiri. Masyarakat yang seharusnya menjadi costumer yang menjadi pihak yang dilayani berubah menjadi pihak yang harus mengemis-ngemis demi mendapatkan pelayanan publik. Belum lagi praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepoteisme (KKN) seperti menambah-nambah biaya pelayanan, mengutamakan pihak yang membayar lebih, ataupun lebih mengutamakan teman dekat dan keluarga. Buruknya etika aparatur negara mau tidak mau harus menjadi perhatian penting yang harus ditemukan solusinya agar tercipta suatu bentuk birokrasi yang benar-benar berfungsi sebagai alat negara dalam penyelenggaraan negara melalui bentuk pelayanan publik terhadap masyarakat luas dengan bercirikan efektif, efisien, ekonomis, transparans, dan akuntabilitas.

Sebagai mahasiswa Administrasi Negara, apalagi mahasiswa baru nih, kedua kaat ini akan menjadi permasalahan utama yang sangat membingungkan, mana sih yang benar?. Nah, disini saya mau menjelaskan dari hasil pemikiran selama kuliah yang sudah empat semester bergelut di jurusan administrasi Negara.

Perspektif Administrasi Negara Menjadi Administrasi Publik Jika dikatakan adakah pergeseran makna yang terjadi sehingga nama administrasi Negara berubah menjadi administrasi Publik? Maka sampai saat ini hanya terjadi perdebatan-perdebatan atas penamaan Administrsi Negara dalam suatu jurusan di Universitas perihal kekurangcocokan penamaan ini. Namun, untuk pengakuan secara umum, administrasi Negara masih dianggap sama dengan administrasi public yang dapat didefenisikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara bekerja sama dalam proses penyelenggaraan Negara demi mencapai tujuan bernegara.

Memang masih sulit jika mengatakan adalah sama pengertian public dan Negara. Kata public memang memperlihatkan masyarakat umum yang berarti bagian dari Negara. Namun, kata public terasa begitu kontra dengan kata swasta. Sementara itu, swasta sendiri masih merupakan bagian Negara. Badan usaha milik swasta dan badan usaha milik Negara keduanya masih merupakan bagian Dari suatu Negara sekalipun bukan milik Negara. Selain hal diatas, perdebatan juga terjadi perihal pengartian “public administration” yang berasal dari bahasa inggris. Jika diartikan langsung dengan bahasa Indonesia maka kita akan mengatakan “administrasi public”, namun dalam kenyataannya sering disebut dengan administrasi Negara. Lalu pertanyaan pun timbul, “mengapa dalam bahasa inggris harus menggunakan kata “public” mengapa bukan “state”? Dalam beberapa pengertian, kata administration di Amerika Serikat sudah mengandung unsure Negara. Seperti dalam kata “obama Administration” yang berarti pemerintahan obama. Dengan begitu, maksud dari public administration itu sendiri sudah menyangkut Negara secara tersirat dan bersifat public. Secara khusus dapat dikatakan bahwa penamaan administrasi public ini adalah untuk membedakan dengan administrasi swasta “private administration” yang kedua hal ini masih merupakan bagian dari Negara (state). Jadi, penamaan administrasi public adalah lebih kepada hal pengkhususan dalam administrasi Negara dan pembedaan dari administrasi public. Hal ini dikarenakan baik swasta maupun public adalah dua hal yang seharusnya hadir untuk membangun negara.