Arsip untuk Februari 10, 2012

Dari berbagai uraian, disertai melihat apa yang terjadi dewasa ini serta melihat kedepannya, dapat ditarik suatu uraian mengenai tantangan yang akan dihadapi kedepannya oleh negara-nagara di dunia, khususnya negara berkembang dalam menjalankan pembangunan. Adapun tantangan tersebut meliputi (sondang p siagian;2007);

Globalisasi ekonomi

Globalisasi saat ini sedang gencar-gencarnya dicetuskan oleh dunia, terutama oleh negara-negara maju dan negara yang merasa mampu mengambil tempat dan kesempatan. Dalam globalisasi, batas dari setiap negara sudah tidak jelas mengingat adanya kebebasan dari setiap negara maupun warganya untuk melakukan berbagai hal yang menyangkut ekonomi seperti adanya investasi dari pihak asing. Dengan kata lain, globalisasi mensyaratkan bentuk persaingan yang kompetitif. Ini merupakan tantangan yang harus diwaspadai maupun dimanfaatkan oleh negara berkembang. Secara kemampuan dan kehebatan, harus diakui bahwa negara maju tentu memiliki kemampuan untuk menguasai pasar dengan memasukkan berbagai produk-produknya terhadap negara berkembang. Oleh karena itu, dalam hal ini negara berkembang harus segera mampu untuk membuat kebijakan agar memiliki ruang gerak demi tidak terjajahnya produk asli butan dalam negeri di negeri itu sendiri. Jiak terjadi, maka dampak kedepannya adalah ekonomi yang tidak tumbuh yang mengakibatkan semakin banyaknya kemiskinian.

Masalah pengangguran

Masalah pengangguran memang merupakan masalah yang cukup rumit yang pemecahannya juga masih belum bisa dipastikan. Banyak anggapan bahwa untuk menanggulangi tingkat penggangguran, maka harus diciptakan lapangan pekerjaan yang banyak. Hal ini tentunya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan mengingat tidak hanya factor ekonomi dalam membangun lapangan pekerjaan saja yang menjadi kendala, tetapi kemampuan dari masyarakat itu sendiri yang juga harus ditingkatkan mengingat ketika lapangan pekerjaan sudah ada, maka karyawan yang dicar tentunya adalah yang handal dan memiliki kemampuan.

Masalah pengangguran terbagi tiga, yakni: 1. Perihal pengangguran terbuka, yakni tidak bekerjanya tenaga kerja yang seharusnya bekerja. 2. Perihal pengangguran terselubung, yakni terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan. Hal ini dikarenakan seseorang tersebut sebenarnya sudah memiliki pekerjaan, akan tetapi ternyata produktivitasnya rendah sehingga ketika perusahaan ternyata sudah semakin besar atau pun jiak dalam mengalami masalah maka akan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan tersebut. 3. Perihal pengangguran musiman, yakni dalam periode tertentu memiliki pekerjaan, namun di periode berikutnya sudah tidak lagi bekerja. Hal ini biasanya tejadi pada masyarakat tertentu seperti agraris yang hanya sibuk ketika musim tanam saja. Setelah itu, mereka tidak lagi memiliki pekerjaan dan menjadi pengangguran.

Tanggung jawab sosial sebagai sebagai tantangan

Semakin besar pembangunan yang dilakukan, maka harus diakui bahwa semakin besar pula tanggung jawab yang diemban, termasuk tanggung jawab social. Tanggung jawab social diwujudkan dengan kepedulian social, meliputi; 1. Penggunaan tenaga kerja setempat dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan organisasi sepanjang tenaga kerja local local tersebut memenuhi berbagai persyaratan administrative dan perundang-undangan, termasuk dalam arti jumlah dan mutunya. 2. Pemanfaatan masyarakat sekitar organisasi sebagai pemasok bahan yang diperlukan. 3. Keterlibatan dalam aktivitas social yang berlangsung di masyarakat sekitar. 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum dan social yang dapat diakses oleh masyarakat sekitar dan tidak hanya diperuntukkan bagi para karyawan organisasi dan para anggota keluarganya. 5. Berperan aktif dalam membangun masyarakat sekitar sehingga menjadi masyarakat yang mandiri dengan kemampuan yang lebih tinggi.

Pelestarian lingkungan hidup

Tantangan lainnya dalam pembangunan adalah mengenai pelstarian lingkungan hidup. Hal yang memang terlihat cukup sulit dalam tantangan ini adalah pembangunan selalu diidentikkan dengan kemajuan dan penggunaan teknologi tinggi sementara itu, efek dari teknologi biasanya tidak jauh dari sesatu yang bersifat merusak lingkungan. Satu hal yang harus kita sadari dalam hidup ini adalah bahwa menjaga lingkungan merupakan hutang yang harus kita bayar terhadap generasi berikutnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan, aspek lingkungan hidup menjadi hal mutlak yang harus mendapat perhatian lebih. Peningkatan mutu hidup Peningkatan mutu hidup lebih beroientasi pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai insan politik, insan ekonomi, makhluk social, dan sebagai individu yang mempunyai jati diri yang khas. Penerapan norma-norma moral dan etika Manusia sebagai makhluk yang dilengkapi dengan daya pikir, akal, dan nalar harus memperhatikan aspek moral dan etika dalam kehidupan. Pembangunan merupakan sesuatu yang akan membawa dampak perubahan, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dapat menyebabkan pergeseran nilai moral dan etika. Manusia terkadang melakukan cara apa saja, termasuk cara-cara yang tidak halal dalam mewujudkan keinginannya. Ini menjadi sesuatu yang perlu dihindari agar tercipta suatu entuk pembangunan yang bersih dan sesuai tujuan pembangunan itu sendiri. Hal ini dikarenakan, sesuatu yang dimulai dengan ketidakbaikan akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang tidak diinginkan meskipun dalam beberapa hal tujuan tercapai.

Keanekaragaman tenaga kerja

Manusia di muka bumi ini memang hany memiliki satu spesies, yakni manusia itu senidiri. Namun, hal yang menjadi perhatian adalah bahwa manusia ternyata memiliki keanekaragaman, baik menyangkut; jenis kelamin, agama, suku, ras, dan lain-lain. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan dimana diharapkan tidak terjadinya suatu diskriminasi yang membuat pihak-pihak tertentu tidak dapat bekerja di perusahaan tertentu.

Konfigurasi demografi

Konfigurasi demografi menyangkut akan tiga hal, yakni; a. Penduduk yang belum waktunya memasuki lapangan pekerjaan (anak-anak yang masih dalam batasan umur belum boleh bekerja) b. Penduduk yang tergolong pada angkatan kerja, dan c. Penduduk yang tergolong purnakarya

Tantangan nya adalah, bagaimana untuk ke depannya organisasi harus mampu melihat akan hal ini di mana penduduk yang tergolong pada angkatan kerja/produktif harus menopang kehidupan penduduk yang masih belum waktunya memasuki lapangan pekerjaan sdan penduduk yang sudah tidak produktif lagi (lanjut usia). Salah satu solusinya adalah meningkatkan system kompensasi kepada penduduk angkatan kerja tersebut.

Penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang wajib mengingat era pembangunan sudah memasuki era globalisasi yang sarat akan persaingan. Dalam persaingan, maka yang terbaiklah tentunya yang akan menang. menciptakan sesuatu yang terbaik dan lebih baik lagi tentunya adalah dengang teknologi yang semakin mutakhir. Mengembangkan suatu teknologi tentunya harus memiliki ilmu pengetahuan pula.

Bidang politik sebagai tantangan

Dalam menjalankan suatu pembangunan, biasanya kental akan campur tangan politik dalam menentukan rioritas dan kebijakan. Bidang politik tentunya tidak saja hanya menyangkut partai politik, tetapi bagai mana menjalankan Negara ini kedepannya juga termasuk kajian politik. Hal ini tentunya dapat dicontohkan seperti pengaturan angkatan bersenjata dalam menjaga stabilitas ekonomi dan bahkan di beberapa Negara dimanfaatkan untuk membantu keamanan pembangunan suatu Negara.

P. Siagian, Sondang. 2007. Administrasi Pembangunan : Konsep, Teori, dan Strateginya. Jakarta : Bumi Aksara.

Pengukuran pembangunan

Posted: Februari 10, 2012 in Pembangunan, Tugas Kuliah

Mengukur pembangunan di suatu negara, dapat digunakan indicator berikut ini;
A. Kekayaan rata-rata
Pembangunan pada awalnya dipandang dalam arti pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat di nilai berhasil melaksanankan pembangunan , jika pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktifitas mayarakat atau produktifitas negara tersebut setiap tahunnya lewat penghitungan pendapatan rata-rata.
B. Pemerataan
Segera menjadi jelas bahwa kekayaan keseluruhan yang dimiliki, atau yang di produksikan oleh sebuah bangsa, tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya. Bisa terjadi, sebagian kecil orang di dalam negara tersebut memiliki kekayaan yang berlimpah, sedangkan sebagian besar masyrarakat hidup dalam kemiskinan. Hal ini bisa menimbulkan ironi. Orang-orang kaya ini ibarat sebuah pulau kecilyang di kelilingi oleh samudera orang miskin yang sangat luas. Kemiskinan yang ada di masyarakat tertutup oleh adanya kekayaan yang luar biasa tersebut.
Oleh karena itu, timbul keinginan untuk memasukan aspek pemerataan dalam ukuran pembangunan, bukan lagi hanya pnb/ kapita saja. Pemerataan ini secara sederhana diukur dengan melihat berapa prosen dari pnb di raih oleh 40% penduduk termiskin, berapa prosen oleh 40% penduduk golongan menengah, dan berapa prosen oleh 20% penduduk terkaya. Kalau terjadi ketimpangan yang luar biasa, misalnya 20 prosen penduduk terkaya meraih lebih dari 50% pnb, sedangkan sisianya dibagi diantara 80% penduduknya, ketimpangan antara orang-orang kaya dan miskin di anggap besar.
Bila pembangunan sebuah bangsa di ukur dengan pnb/ kapita dan tingkat ketimpangan pembagian pendapatannya,kita akan mendapatkan gambaran yang lebih majemuk. Tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa tersebut yang dilihat, tetapi juga pemerataaan kekayaannya. Tidak semua negara yang berhasil meningkatkan pnb/perkapitanya, berhasil juga dalam memeratakan hasil-hasil pembangunannya. Demikian juga negara yang masih rendah pnb/ kapitanya menunjukan ketimpangan yang tinggi dalam hal penerataan. Dengan demikian dapat dikatakan, bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah mereka yang disamping tinggi produktifitasnya, penduduknya juga makmur dan sejahtera secara relative merata.
C. Kualitas kehidupan
Salah satu cara lain untuk mengukur kesejahteraan masyarakat sebuah negara adalah dengan menggunakan tolak ukur pqli (physical quality of life index). Tolak ukur pqli ini di perkenalkan oleh moris yang mengukur tiga indicator, yakni .
1. Rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun
2. Rata-rata jumlah kematian bayi, dan
3. Rata-rata prosentasi buta dan melek huruf
Bagi yang pertama, angka 100 diberikan bila rata-rata harapan hidup mencapai 77 tahun; sedangkan angka 1 diberikan bila rata-rata harapan hidup hanya mencapai 28 tahun. Yang kedua, angka 100 diberikan bila rata-rata angkan kematian adalah9 untuk setiap 1000 bayi; angka 1 bila rata-rata angka kematian adalah 229. Untuk indicator ketiga, angka 100 diberikan bila rata-rata prosentasi melek aksara mencapai 100% angka 0 diberikan bila tak ada yang melek aksara dinegara tersebut. Angka rata-rata dari ketiga indicator ini, yalninharapan hidup kematian bayi dan melek aksara,menjadi angka pqli yang besarnya antara 0-100. Atas daras ini dapat di susun dibuah daftar urut dari negara-negara sesuai dengan prestasi pqli-nya.
D. Kerusakan lingkungan
Sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadisemakin miskin. Hal ini, misalnya karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungannya. Lingkungannya semakin rusak. Sumber-sumber alamnya semakin terkuras, sementara kecepatan bagi alam untuk melakukan rehabilisasi lebih lambat dari pada kecepatan perusakan sumber alam tersebut. Mungkin juga pabrik-pabrik yang didirikan menghasilkan limbah kimia yang merusak alam disekitarnya, sehingga mengganggu kesehatan pendudukmaupun segala mahluk hidup di sekitarnya. Padahal sumber-sumber alam dan manusia itu adalah factor utama yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi tersebut.
Oleh karena itu, seringkali terjadi bahwa pembangunan yang dianggap berhasil ternyata tidak memiliki daya kelestarian yang memadai. Akibatnya, pembangunan ini tidak bisa berkelanjutan, atau tidak sustainable. Karena itu, dalam kriteria keberhasilan pembangunan yang paling baru, di masukan juga factor kerusakan lingkungan sebagai factor yang menentukan. Apa gunanya sebuah pembangunan yang pada saat ini memang tinggi produktifitasnya, merata pembagian kekayaanya, tetapi dalam jangka sepuluh tahun atau dua puluh tahun mendatang akan kempes karena kehilangan sumber daya yang menjadi impuls utama pertumbuhan tersebut.

E. Keadaan sosial dan kesinambungan
Demikianlah, tolak ukur pembangunan yang berhasil, yang semula hanya memberi tekanan pada tingkat produktifitas ekonomi sebuah negara, kini menjadi semakin kompleks. Dua factor baru yang ditambahkan pada pembahasan diatas, yakni factor keadilan social dan factor lingkungan, berfungsi untuk melestarikan pembangunan ini, supaya bisa berlangsung terus secara berkesinambungan.
Sebenarnya, factor keadilan social dan factor lingkungan saling berkaitan erat. Yang pertama, keadilan social, bukalah factor yang dimasukan atas dasar pertimbangan moral, yaitu demi keadilan saja. Tetapi factor ini berkaitan dengan kelestarian pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan yang terlalu mencolok antara orang-orang kaya dan miskin, masyarakat yang bersangkutan menjadi rawan secara politis. Orang-orang miskin itu cenderung untuk menolak status quo yang ada. Mereka ingin memperbaiki diri, dengan mengubah keadaan. Oleh karena itu, bila konfigurasi kekuatan-kekuatan social memungkinkan (misalnya terjadi pertentangan yang tajam antara yang kaya dan miskin, terjadi perpecahan di kalangan militer dan sebagaian dari mereka mendukung kelompok yang mau mengubah keadaan, kelompok orang-orang miskin ini terorganisir secara relative baik, dan sebaginya ), akan terjadi gejolak politikyang bisa menghancurkan hasil pembangunan yang sudah dicapai.

Istilah Good Governance belakangan ini memang kian senter terdengar dan menjadi perbincangan hangat dikalangan para akademisi maupun praktisi dalam upaya pelayanan negara. Good governance sendiri menurut Worl Bank adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for develovement of society”. Definisi lain mengenai good governance sendiri diberikan oleh United Nation Development Program (UNDP) sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Mengacu pada defenisi diatas, maka kesimpulan sederhana yang didapat adalah bahwa orientasi dari pembangunan sector publik adalah untuk menciptakan good governance yang dapat diwujudkan dengan pelayanan publik. Pendapat lain mengenai good governance diartikan sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik beserta seluruh upaya pembangunan polutuk, ekonomi, social, dan budaya dalam system pemerintahan (Lijan Poltak Sinambela, 2006).
Birokrat sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan publik tentu memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan good governance dalam pelayanan publik. Bentuk Pelayanan publik akan terlihat membawa Negara kepada good governance jika karakteristik pelayanan publik tersebut telah sesuai dengan karakteristik Good governance itu sendiri. Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni;
1. Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan.
Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih kepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan.
Adapun criteria yang perlu dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini (Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyangkut;
1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan
2. penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan seluruh aspirasi yang berkembang
3. penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas collective agreement
4. mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai bagian dari proses demokrasi
2. Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi hukum mengandung arti;
1) Suatu tindakan hukunm hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural justice)
2) Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3. Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.
4. Responsif
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5. Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6. Keadilan
Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.
7. Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.
Menurut Turner dan Hulme (Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus diterapkan dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertical dalam artaian antara bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horizontal yang berarti terhadap masyarakat.
Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam organisasi sector publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni;
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality)
2. Akuntabilitas Proses (process accountability)
3. Akuntabilitas Program (program accountability)
4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)

9. Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.

Sumber Bacaan

Sebagian dikutip dalam buku Yeremias T. Keban. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Yogyakarta : Gava Media

Konsep pelayanan publik

Posted: Februari 10, 2012 in Manajemen Publik, Tugas Kuliah

Dalam menjelaskan pengertian pelayanan publik dapat dilakukan dengan pemaknaaan kata demi kata ataupun pemaknaan secara keseluruhan. Pelayanan publik terdiri atas dua kata yakni pelayanan dan publik. Menurut Kotler (sampara lukman, 2000) pelayanan merupakan setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Dalam hal ini Kotler menekankan bahwa hasil dari suatu pelayanan itu sendiri adalah kepuasan dan pelayanan sendiri harus dianggap sebagai kegiatan yang menguntungkan.

Menjadi pelayan tidaklah mencirikan suatu derajat pekerjaan yang rendah akan tetapi pelayanan adalah kebutuhan semua orang sehingga ketika seseorang melayani orang lain dengan baik, maka dia tentunya telah memenuhi kebutuhan orang lain dan itu adalah kegiatan yang membanggakan. Sementara itu, sampara sendiri menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Menurut soetopo (1999) pelayanan sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Ivancevich, lorenzi, skinner, dan crosby (1997:448) secara sederhana memberikan pengertian pelayanan sebagai “produk-produk yang tidak kasat mata yang (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia yang menggunakan peralatan”. Dalam artian bahwa pelayanan itu tidak memiliki bentuk fisik, akan tetapi dapat dirasakan lewat perlakuan seseorang terhadap orang lain yang tentunya lewat bantuan peralatan.

Sementara itu, kotler (dalam Paimin Napitupulu) mengungkapkan berbagai karakteristik dalam pelayanan, yakni;

1. Intangibility (tidak berwujud), tidak dapat dilihat, diraba,dicium, dirasa, atau didengar sebelum terlaksananya transaksi. Penerima pelayanan tidak akan bisa mengetahui bagaimana pelayanan itu sebelum menjalaninya sendiri.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan), dalam hal ini pelayananterbentuk dari dua komponen yakni pemberi pelayanan dan si penerima pelayanan itu sendiri. Oleh karena itu, hasil pelayanan sebenrnya tercipta dari si pemberi terhadap si penerima itu sendiri dan bukan hanya bergantung pada si pemberi saja.

3. Variability (berubah-ubah dan bervariasi), jasa pelayanan yang diberikan tentulah tidak selalu sama tergantung siapa yang dilayanai, kapan, dan dimana tempatnya.

4. Perishability (cepat hilang, tidak tahan lama), karakteristik pelayanan digambarkan sebagai sesuatu yang hanya dapat dirasakan dalam jangka waktu tertentu saja dan tidaklah bertahan lama.

Daya tahannya bergantung pada situasi yang diciptakan oleh berbagai factor. Adapun kata publik sendiri secara istilah berasal dari bahasa inggris yakni “public”, yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa indonesia yang sering dimaknai sebagai sesuatu yang umum, rakyat/orang banyak, dan ramai. Sehingga dalam pengertiannya, pelayanan ditujukan kepada khalayak ramaiatau untuk umum. Sementara itu, pemaknaan secara keseluruhan mengenai pelayanan publik terdapat dalam keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara nomor 63 tahun 2003 menyatakan bahwa pelayanan publik adalah :

“segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha milik negara (bumn) dan badan usaha milik daerah (bumd) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan kebutuhan masyaraka maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” (kemenpan no 63 tahun 2003)

Dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, dinyatakan bahwa ; “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undagan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. (uu no 25 tahun 2009)

Dari penjelasan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh pihak pemerintah yang terbagi ke dalam pelayanan di pusat, daerah, bumn, dan bumd yang bertujuan dalam pemenuhan kebutuhan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik seharusnya identik dengan “penyenangan publik”, bukan membuat “kerumitan publik” dengan bentuk pelayanan yang terlalu berbelit dan diskriminatif.